Etnis Tionghoa di Indonesia maupun warga Cina di negeri asalnya, Imlek tak lengkap tanpa kue keranjang. Kue keranjang disebut juga nian gao (bahasa Mandarin) atau tii kwee (bahasa Hokkian). Nian berarti tahun dan gao berarti kue. Pelafalannya juga terdengar seperti kata ‘tinggi’. Oleh sebab itu, kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Makin menjulang ke atas, makin besar peningkatan rezeki atau kemakmurannya.
Kue keranjang di Indonesia dibuat dari tepung beras ketan. Tepung beras yang digunakan biasanya yang baru digiling. Namun, ada juga pembuat kue keranjang yang menyimpan adonannya selama kurang lebih satu minggu. Proses ‘fermentasi’ ini turut memengaruhi rasa, tekstur, dan warna kue keranjang menjadi lebih legit, lembut, serta kecokelatan (meski dibuat dari gula pasir). Ada juga kue keranjang yang dibuat dari gula merah sehingga warnanya lebih gelap.
Di daerah Shanghai, Tiongkok, kue keranjang dibuat tanpa gula dan disajikan dengan cara ditumis, seperti menumis sayur. Bisa juga ditumis dengan bawang putih dan cabai. Di Indonesia, kue keranjang tak pernah diolah menjadi hidangan savory, tapi disantap langsung, digoreng dengan adonan telur dan tepung, atau dikukus dan disajikan dengan taburan kelapa parut, seperti klepon. Salah satu kue keranjang yang sangat populer di Jakarta adalah kue keranjang buatan orang Cina Benteng.
Dalam perkembangannya, kue keranjang tak hanya dibuat dalam bentuk keranjang, tetapi dicetak menjadi bentuk ikan atau koin Cina zaman dulu. Warna dan rasanya pun tak lagi orisinal, tetapi lebih bervariasi.